Langsung ke konten utama

Pada Bulan dan Rutinitasnya


Pada bulan satu,
Hari berubah kelam
Teremas nyeri dan terserang amarah
Pada bulan kelam, satu demi satu menghindar

Pada bulan dua,
Hari masih kelam
Sisa-sisa waktu lalu terekam
Terasa sakit dan masih terserang amarah
Pada bulan kelam, dua kali waktu terbuang

Pada bulan tiga,
Hari beranjak cerah
Amarah beranjak hilang
Nyeri dan sakit saling berebut untuk keluar
Pergi menjauh dan hilang
Pada bulan cerah, tiga waktu lebih indah

Pada bulan empat, lima dan enam
Hari kembali cerah
Amarah sudah lenyap
Bersama gumpalan sirkulasi yang datang
Membawa gelora dan rasa
Pada bulan cerah, waktu indah

Pada bulan tujuh,
Satu persatu hari lalu terlupakan
Kembali dalam semangat dan cita
Bersama bahagia menapakkan langkah
Dalam hari baru dan penuh warna.

Pada bulan selanjutnya,
hingga rotasi kembali pada bulan pertama
Waktu kembali kelam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JARAK

Jarak, Jarak adalah ruang pemisah antar manusia. Jarak membuat hubungan membaik atau sebaliknya. Menjadikan pelajaran ataupun hukuman. Jarak, Jarak adalah aku dan kamu. Dan jarak kita semakin merenggang, hingga akhirnya patah. Jarak, Ruang, Waktu, Aku, Kamu, tidak ada lagi kita.

NEW JOURNEY

If you can’t fly, then run, if you can’t walk run, then walk, if you can’t walk, then crawl, but by all means keep moving. – Martin Luther King Jr. December 16th, my new journey is begin.   Menikah adalah sebuah langkah awal kehidupan baru. Tidak mudah, namun juga tidak sulit. Tapi tidak bisa dibilang biasa saja. Yeah, it's complicated. Proses dari menemukan "the one" sampai ke pelaminan tidak secepat yang orang pikirkan. prosesnya cukup panjang, cukup melelahkan, bahkan sempat ingin menyerah saja. Namun ku sangat bersyukur sudah tiba di hari ini, in My Day. Alhamdulillah...

RENJANA

Perasaan macam apa ini, bodoh dan berbahaya Tidakkah aku sudah cukup mengerti, dengan perjanjian hampa, tentang kesepakatan yang nihil Aku masih tak mengerti, perasaan macam apa ini? Bodoh dan berbahaya Keinginan yang tersembunyi, disembunyikan Menerjang pagar norma Lalu kembali berlindung dibalik kepalsuan Aku masih tetap tak mengerti, perasaan apa yang kau tawarkan? Hingga setangguh dinding kujaga, runtuh juga berpencaran Sungguh, bodoh dan berbahaya! Gayutan yang gayung bersambut Tarian jari telanjang yang bertaut Terus kupandangi kuyu raut Tak ingin sedetikpun luruh luput Durjana kau, durjana aku, durjana kita Pertahankan cela, menikam rasa Sampai di suatu kala, kita memang harus tandas, binasa